ADAT ISTIADAT KEBUDAYAAN
SUKU DAYAK KALIMANTAN TENGAH
Suku Dayak( Dajak atau Dyak) adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Berau dan Tidung. Suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa di antaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai.
Tradisi yang ada di Kalimantan Tengah berupa upacara ritual secara umum dibagi
menjadi dua bagian yaitu ritual kehidupan dan kematian. Dari semua upacara
ritual tersebut dikenal lima upacara yang bersifat besar dan melibatkan banyak
orang serta dana yang tidak sedikit.
1. Tiwah
Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi
masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman
penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak. Upacara Tiwah
adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas seseorang yang telah
meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa dari jenazahnya
dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja.
Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan
perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga - dalam
Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa.
Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalteng juga dimaksudkan oleh
masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku Dayak untuk melepas Rutas atau
kesialan bagi keluarga Almarhum yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk
yang menimpa.Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan
dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu kenyamanan dan
ketentraman orang yang masih hidup. Selanjutnya, Tiwah juga bertujuan untuk
melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan berkeluarga.Pasca Tiwah,
secara adat mereka diperkenakan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya
ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.
2. Pakanan Sahur Lewu Dayak.
Upacara "Pakanan Sahur Lewu" Suku Dayak di
Kalimantan Tengah (Kalteng) merupakan satu dari lima macam upacara ritual besar
khas Suku Dayak Kalteng. "Pakanan" berarti memberikan persembahan berupa
sesajen kepada para leluhur atau orang-orang suci. "Sahur" diartikan
sebagai leluhur atau dewa yang dipercaya menjaga kehidupan manusia, memberikan
kesehatan, keselamatan, perdamaian, berkah dan anugerah bagi yang percaya
kepada-Nya. "Lewu" sendiri dalam bahasa Indonesia adalah berarti
kampung atau desa tempat bermukimnya suatu penduduk pada sebuah wilayah.
Dengan demikian, Pakanan Sahur Lewu Dayak berarti memberikan
sesajen kepada para leluhur atau para dewa yang melindungi warga desa atau
kampung sebagai tanda terimakasih atas berkat dunia. Lewat ritual Pakanan Sahur
Lewu Dayak ini diharapkan masyarakat luas dapat hidup tentram, rukun dan damai
serta mendapatkan rejeki berlimpah dalam mengarungi hidup. Upacara ritual yang
disebut Pakanan Sahur Lewu bagi Suku Dayak ini biasanya dilakukan secara
berkala sekali dalam setahun. Umumnya Pakanan Sahur Lewu digelar setelah panen
berladang atau sawah dan bertepatan dengan tahun baru kalender Dayak, yakni
sekitar Bulan Mei dalam hitungan Kalender Masehi.
Upacara Pakanan Sahur Lewu biasanya dipimpin oleh tokoh
Agama Kaharingan (agama orang dayak) yang dalam bahasa setempat disebut sebagai
Basir. Kendatipun kegiatan ini umumnya dilakukan oleh penganut Agama
Kaharingan, namun tujuannya juga menyengkut kepentingan orang banyak. Oleh
karena itu, dewasa ini acara Pakanan Sahur Lewu juga sering mengikutsertakan
tokoh dan kelompok agama lain.
Selain sebagai sarana untuk menyampaikan ucapan syukur pada
Sang Kuasa, Pakanan Sahur Lewu juga dimaksudkan sebagai wadah untuk menjalin
semangat persaudaraan dan kegotong-royongan antar sesama warga dan pemeluk
agama.
3. Ritual Nahunan
Merupakan upacara khas suku Dayak Kalimantan yakni upacara
memandikan bayi secara ritual menurut kebiasaan suku Dayak Kalimantan Tengah.
Maksud utama dari pelaksanaan Nahunan adalah prosesi pemberian nama sekaligus
pembaptisan menurut Agama Kaharingan(agama orang dayak asli dari leluhur)
kepada anak yang telah lahir.
Upacara Nahunan sendiri berasal dari kata "Nahun"
yang berarti Tahun. Dengan demikian, ritual ini umumnya digelar bagi bayi yang
telah berusia setahun atau lebih. Prosesi pemberian nama dianggap oleh
masyarakat Dayak sebagai sebuah prosesi yang merupakan hal sakral, karena
alasan tersebut digelarlah upacara ritual Nahunan.
Hasil pilihan nama anak tersebut lantas dikukuhkan menjadi
nama aslinya. Selain sebagai sarana pemberian nama kepada anak, Nahunan juga
dimaksudkan sebagai upacara membayar jasa bagi bidan yang membantu proses
persalinan hingga si anak dapat lahir dalam keadaan selamat.
Upacara Ritual Nahunan merupakan salah satu diantara
"Lima Ritual Besar Suku Dayak Kalteng" selain beberapa ritual lainnya
seperti Upacara Ritual Dayak Pakanan Batu dan Upacara Adat Dayak Manyanggar.
Masyarakat Dayak khususnya Dayak di Pedalaman, hingga kini
masih tetap setia melestarikan asset budaya ini sebagai kekayaan khasanah
budaya bangsa Indonesia, selain untuk menghargai warisan leluhur, Suku Dayak
meyakini jika keseimbangan antara Manusia, Alam dan Sang Pencipta merupakan
suatu hubungan sinergis yang harus senantiasa tetap terjaga.
4. Upacara Adat Dayak Manyanggar.
Istilah Manyanggar berasal dari kata "Sangga".
Artinya adalah batasan atau rambu-rambu. Upacara Manyanggar Suku Dayak kemudian
diartikan sebagai ritual yang dilakukan oleh manusia untuk membuat batas-batas
berbagai aspek kehidupan dengan makhluk gaib yang tidak terlihat secara kasat
mata.
Ritual Dayak bernama Manyanggar ini ditradisikan oleh
masyarakat Dayak karena mereka percaya bahwa dalam hidup di dunia, selain manusia
juga hidup makhluk halus. Perlunya membuat rambu-rambu atau tapal batas dengan
roh halus tersebut diharapkan agar keduanya tidak saling mengganggu alam
kehidupan masing-masing serta sebagai ungkapan penghormatan terhadap batasan
kehidupan makluk lain. Ritual Manyanggar biasanya digelar saat manusia ingin
membuka lahan baru untuk pertanian,mendirikan bangunan untuk tempat tinggal
atau sebelum dilangsungkannya kegiatan masyarakat dalam skala besar.
Melalui Upacara Ritual Manyanggar, apabila lokasi yang akan
digunakan oleh manusia dihuni oleh makhluk halus (gaib) supaya bisa berpindah
ke tempat lain secara damai sehingga tidak mengganggu manusia nantinya.
5.Upacara Ritual Dayak Pakanan Batu
Adalah ritual tradisional yang digelar setelah panen ladang
atau sawah. Upacara Suku Dayak bernama Pakanan Batu ini dimaksudkan sebagai
ungkapan rasa syukur dan terimakasih kepada peralatan yang dipakai saat
bercocok tanam sejak membersihkan lahan hingga menuai hasil panen.
Benda atau barang dituakan dalam ritual dayak ini adalah
batu. Benda ini dianggap sebagai sumber energi, yaitu menajamkan alat-alat yang
digunakan untuk becocok tanam. Misalnya untuk mengasah parang, balayung, kapak,
ani-ani atau benda dari besi lainnya.
Selain memberikan kelancaran pekerjaan, bagi para pemakai
peralatan bercocok tanam danberladang, batu dianggap pula telah memberikan
perlindungan bagi si pengguna peralatan sehingga tidak luka atau mengalami
musibah saat membuka lahan untuk becocok tanam.
Ritual Pernikahan Dayak Ngaju Kalimantan Tengah
Adapun Acara Adat Penganten Mandai ini merupakan Tradisi dilaksanakan oleh Suku Dayak Ngaju mengingat nilai- nilai religius yang di dapat dari nenek moyang terdahulu dengan diringi Tarian giring-giring. Mangalindap Punei ataupun Manasai. Tarian Mangalindap Punei artinya Sebuah Tarian untuk menyambut mempelai pria dan membuka lawang kuwu (mempelai wanita yang di pingit sebelum di jemput untuk disandingkan dengan mempelai pria) sehingga dipertemukanya antara mempelai wanita dan pria tersebut. Tarian mangalindap punei ini merupakan tarian pada umum nya dilaksanakan dalam prosesi Acara Adat Penganten Mandai guna mempertemukan kedua mempelai untuk disandingkan di atas pelaminan serta merupakan sebuah bentuk tarian yang membentuk suatu ikatan tali persaudaraan antar kedua belah pihak keluarga mempelai. Acara adat penganten Mandai ini juga dipimpin oleh masing- masing 2 (dua) orang Mantir Adat (Rohaniawan Agama Kaharingan/orang yang dituakan dari Pihak mempelai pria dan mempelai wanita dalam proses pemberkatan nikah dan Tapung Tawar (Pemeberkatan mempelai).
Disamping itu juga mempelai pria harus didampingi oleh orang tua atau wali, keluarga dekat minimal 9 (sembilan)pasang suami istri yang berjumlah 18 (delapan belas) orang serta Pengiring untuk mempelai pria 2 (dua) orang. Begitu pula untuk mempelai wanita harus didampingi oleh orang tua atau wali, keluarga dekat minimal 9 (sembilan) pasang suami istri yang berjumlah 18 (delapan belas) orang serta Pendamping untuk mempelai pria 2 (dua) orang.
Didalam proses acara adat Penganten Mandai ini terdapat prosesi Pantan Laway/Lawang Sakepeng yaitu proses membuka suatu halangan yang dibuat guna kedua mempelai mampu mengahadapi segala rintangan dan cobaan dalam kehidupan. Kemudian Mamapas Dahiyang, yaitu proses adat untuk mengusir hal-hal yang tidak diinginkan. Selanjutnya Tingak Ajar, yaitu Pemberian Petuah-petuah untuk kedua mempelai sehingga selalu diberkati dan dilindungi oleh Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) dalam mengarungi bahtera rumah Tangganya.
Penutup dari dari acara adat Penganten Mandai ini dilakukannya prosesi doa-doa untuk kedua mempelai sekeluarga dan undangan yang menghadiri, sebagai suatu ungkapan rasa syukur kepada Ranying Hatalla Langit sehingga dapat bersatunya kedua mempelai dalam suatu ikatan tali pernikahan yang tidak hanya mempersatukan keduanya tetapi juga seluruh keluarga dari kedua mempelai.
sumber :
http://traditionalkalimantandance.com/wp-content/uploads/2014/10/BUKU-UPACARA-PANGANTEN-MANDAI.pdf
wali nikah nya banyak juga ternyata , berarti acara nikahanya juga rame rame dong yahh
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-distributor-umum-dalam-ilmu-marketing.html
Terima kasih atas informasinya sangat bermanfaat :)
BalasHapusKenapa tidak ada asal daerahnya
BalasHapusMenikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography.
BalasHapusHubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.